5.10.2010

CERITA PEMENANG NOBEL FISIKA

TSUI SI PEMBELAJAR YANG TEKUN
Daniel Chee Tsui adalah seorang yang ilmuwan yang berjuang
benar-benar dari nol. Ayah atau ibunya bukanlah seorang
terpelajar. Mereka buta huruf dan tinggal dalam suatu desa
yang sering dilanda kekeringan, banjir dan perang. Dengan
kondisi dan keadaan keluarga seperti itu, rasanya mustahil bagi
seorang Daniel Tsui dapat menjadi seorang ilmuwan ternama.
Namun ketekunannya dan dorongan, pengorbanan serta
kebaikan dari orang-orang sekitarnya telah membuat Daniel
Tsui menjadi salah satu eksperimentalis fisika terbaik.

Daniel Tsui lahir pada tahun 1939 di suatu desa kecil di Provinsi Henan, China.
Walaupun tidak pernah sekolah, ayahnya berkeinginan keras dan bersedia mengorbankan
apa saja agar anaknya dapat bersekolah di sekolah yang baik. Itu sebabnya pada tahun
1951, ayahnya mengirim Tsui ke Hongkong.
Meskipun awalnya takut dan gentar karena suasana kota yang sangat berbeda dengan
desanya dan karena ia tidak bisa berbicara dengan dialek kanton, Tsui kecil merasa
sangat bangga bersekolah di Hongkong. Disini ia bertemu dengan banyak teman yang
mau bersahabat dengan dia, mengajaknya ikut berbagai kegiatan di luar sekolah, serta
menolongnya mengatasi rasa takut dan gentarnya itu. Lulus sekolah dasar, Tsui
melanjutkan ke sekolah menengah Pui Ching, suatu sekolah menengah yang sangat
terkenal di Hongkong karena banyaknya pengajar yang berkualitas. Guru-guru di
sekolah Pui Ching adalah lulusan terbaik dari berbagai universitas top di China. Guruguru ini hijrah ke Hongkong untuk menghindari perang yang terus berkecamuk di China.
Guru-gurunya inilah yang memberikan banyak inspirasi pada Tsui untuk hidup sebagai
ilmuwan yang selalu mengeksplor hal-hal baru dan menantang.
Tahun 1957 setelah lulus sekolah menengah, Tsui diterima di jurusan kedokteran,
National Taiwan University di Taiwan. Namun karena saat itu ia tidak tahu dimana orang
tuanya dan ia juga tidak tahu apakah ia akan kembali ke China, Tsui memilih tinggal di
Hongkong dan masuk program khusus 2 tahun di University of Hongkong atas biaya
pemerintah China. Pada musim semi tahun berikutnya, Tsui menerima kabar baik dari
Amerika Serikat, ia ditawarkan beasiswa penuh dari Augustana College di Rock Island
Illinois. Tsui sangat menikmati kuliah di Augustana College. Ia mengatakan bahwa
disini ia bukan saja belajar fisika dan matematika, tetapi ia bebas membaca, belajar dan
berpikir tentang iman kristennya yang telah dipeluknya sejak ia kecil. Lulus dari sekolah
menengah, Tsui melanjutkan kuliahnya ke University of Chicago tempat dimana Chen
Ning Yang dan Tsung Dao Lee, peraih Nobel Fisika tahun 1957 tinggal. Dengan
keberadaan kedua fisikawan tingkat dunia ini, University of Chicago waktu itu
merupakan impian dari semua pelajar China.
University of Chicago yang berada di kota besar Chicago menuntut bukan hanya
kemampuan intektual yang tinggi saja, tetapi juga kerja keras. Para mahasiswa
diharuskan menekuni bidang yang digelutinya secara serius. Tsui menyukai eksperimen
fisika dan dibawah bimbingan Prof. Royal Stark, Tsui mencoba menjadi eksperimentalis
yang baik. Tsui tidak hanya belajar hal-hal yang kecil seperti menyolder, menggambar
teknik, tetapi juga ia mencoba medesain sendiri alat-alat eksperimen dan membangun
laboratoriumnya sendiri. Keinginan belajar mandiri dari hal-hal kecil dan kerja keras
inilah yang membuat ia percaya diri dan melambungkan ia menjadi experimentalis
tingkat dunia.
Tahun 1968, Tsui bekerja di Bell Laboratories, New Jersey sebagai peneliti dalam
bidang fisika zat padat. Dengan fasilitas yang lengkap, Tsui mencoba mengeksplor sifatsifat elektron dan ia menemukan banyak sifat-sifat baru elektron yang mampu membuka
suatu bidang baru dalam fisika dan menstimulasi banyak terobosan-terobosan fisika teori
dan eksperimen yang dapat diaplikasikan ke bidang lain selain fisika. Bekerja bersamasama dengan Horst Stormer, Tsui mengembangkan material baru dimana elektron dapat
bergerak dipermukaannya tanpa gesekan. Penemuannya ini kini digunakan untuk
pembuatan chip-chip komputer yang merupakan peralatan utama untuk era high-tech ini.
Karena penemuannya yang luar biasa ini, pada tahun 1998 Daniel Tsui mendapat
anugerah hadiah nobel fisika bersama-sama dengan Robert Laughin dari Stanford
University dan Horst Stormer dari Columbia University.
Tsui mengakui bahwa salah satu pendukung kesuksesannya adalah kebebasan yang
diberikan oleh Bell Laboratories untuk menggunakan fasilitas yang ada dalam melakukan
eksperimen. Menurut Tsui kebebasan menciptakan kreatifitas, industri, inovasi,
pandangan ke depan dan memperbaiki kualitas hidup. Seperti yang dikatakan oleh
Einstein bahwa sesuatu yang besar diciptakan dalam suatu kebebasan “Everything that is
really great and inspiring is created by the individual who can labor in freedom”.
Tsui bukan saja seorang peneliti yang ulung, tetapi ia juga seorang yang sangat humanis.
Ia selalu menekankan pada mahasiswanya bahwa hidup ini harus seimbang. Kita tidak
hanya bisa hidup dari fisika saja. Ada sisi-sisi lain dari fisika yang tidak bisa mengubah
kehidupan kita, seperti yang sering ia ucapkan:”Physics can change the environment of
life but it can’t improve the content of life”. Tsui juga sering mengingatkan
mahasiswanya untuk jangan takut mengambil jurusan yang disukainya. Ia mengatakan
bahwa apapun yang dipelajarinya, asalkan dipelajari dengan sungguh-sungguh akan
membawa seseorang menjadi sukses.
Walaupun sudah menjadi terkenal, Tsui masih menyukai mengajar. Saat ia mengajar di
Princeton University, seorang alumni Tim Olimpiade Fisika Indonesia, Oki Gunawan
(peraih perunggu Olimpiade Fisika Dunia 1993) sedang mengambil Ph.D dibawah
bimbingannya. Salah satu semboyan Daniel Tsui yang membuat ia terus mengajar dan
belum pensiun adalah “the only meaningful life is a life of learning. What better way is
there to learn than through teaching”. (Yohanes Surya).

1 komentar: